• CoinGecko mencatat 1,8 juta token kripto gagal hanya dalam tiga bulan pertama 2025.
  • PumpFun, NFT Nike, dan token selebriti turut memperparah gelombang proyek gagal.

Awal tahun 2025 benar-benar jadi tamparan keras buat pasar kripto. CoinGecko melaporkan bahwa lebih dari 1,8 juta token kripto gagal bertahan hanya dalam tiga bulan pertama. Jumlah itu bukan cuma besar—itu mencakup hampir seperempat dari semua token yang pernah diluncurkan sejak 2021.

CoinGecko: 1,8 Juta Token Kripto Gagal di Awal 2025 image 0 CoinGecko: 1,8 Juta Token Kripto Gagal di Awal 2025 image 1 Source: CoinGecko

Salah satu biang keroknya? Platform seperti PumpFun , yang dalam waktu singkat melahirkan ribuan memecoin, tapi 98%-nya gagal bahkan sebelum sempat dikenal publik.

Coba bayangkan kalau setiap hari muncul ribuan token baru yang tidak punya tujuan jelas. Itu yang terjadi pada Januari 2025, ketika PumpFun sempat mencatat rekor 71 ribu token dalam sehari. Tapi antusiasme itu cepat padam.

Banyak proyek ditinggal penciptanya, dan sebagian besar tidak punya volume perdagangan berarti. Para pembeli awal? Banyak yang gigit jari. Apalagi saat gejolak politik dan ekonomi global ikut mengguncang pasar. Pelantikan Presiden AS yang baru juga menambah ketidakpastian, bikin investor makin selektif dan defensif.

Token Kripto Runtuh: Memecoin, Deepfake, dan NFT yang Terlupakan

Di sisi lain, tren memecoin bukan cuma bikin ramai, tapi juga membawa bencana baru. Salah satu yang menarik perhatian adalah memecoin dari Republik Afrika Tengah, bernama CAR. Token ini digadang-gadang oleh Presiden Touadéra sebagai cara baru membiayai pembangunan.

Sayangnya, sehari setelah diluncurkan, nilainya langsung terjun bebas 95%. Dari kapitalisasi pasar US$350 juta, hanya tersisa sekitar US$37 juta. Penyebabnya? Muncul video promosi yang dicurigai deepfake dan pertanyaan besar soal legitimasi proyek itu sendiri.

Lebih lanjut lagi, dunia NFT juga tidak luput dari berita pahit. Nike, yang sebelumnya mengakuisisi studio digital RTFKT, menghadapi gugatan class action dari pembeli NFT bertema Nike. Mereka merasa dikhianati setelah Nike membubarkan unit tersebut pada Desember 2024, membuat NFT mereka kehilangan daya tarik dan nilai pasar.

Gugatan yang dipimpin oleh Jagdeep Cheema itu bahkan menuntut ganti rugi lebih dari US$5 juta, dengan tuduhan bahwa Nike menjual sekuritas tidak terdaftar dan melanggar undang-undang perlindungan konsumen di beberapa negara bagian AS.

Ketika Nama Besar Tak Cukup Menyelamatkan Token Gagal

Namun demikian, kegagalan proyek kripto bukan cuma datang dari pihak anonim. Selebriti pun ikut terseret. Nick Cannon, yang pernah mempromosikan token bernama WILDNOUT—diambil dari acara MTV miliknya—harus menghadapi kenyataan pahit setelah token itu rontok dari kapitalisasi US$10 juta jadi nyaris nol. Lebih dari 16.000 investor kehilangan uang.

Cannon buru-buru menjauh, bilang bahwa dia bukan pencipta proyek dan tidak dapat untung sepeser pun. Ia malah janji akan meluncurkan token baru yang lebih transparan dan patuh regulasi.

Bukan cuma itu, maraknya kegagalan ini membuat banyak pihak mulai mempertanyakan masa depan pasar kripto yang terlalu terbuka. Meski desentralisasi adalah nilai inti, gelombang proyek abal-abal yang tak bertahan seminggu membuat kepercayaan publik makin tipis. Apalagi jika token hanya diluncurkan demi hype, tanpa utilitas, tanpa tim jelas, dan tanpa niat bertahan jangka panjang.

Saat ini, industri kripto kembali menghadapi tantangan klasik: antara memberi ruang inovasi dan melindungi investor. Kalau tak ada penyeimbang, jangan heran kalau gelombang kegagalan seperti awal 2025 ini akan terus berulang.